Oleh
: Muh Nanda Pratama
Madya Praja IPDN Kampus NTB
Madya Praja IPDN Kampus NTB
( Termuat di Koran Lombok Post Edisi 15 Juli 2016)
“Bareng anyong saling sedok”. Sepenggal kalimat sesenggak sasak ini mungkin
sering terdengan di telinga masyarakat sasak. Kalimat ini merupakan gambaran
bangsa indonesia yang selalu memiliki rasa senasib sepenanggungan dalam
kehidupan bermasyarakat.
“Negara
Indonesia”, mendengar perkataan ini tergambar seperti sebuah emas yang tertanam
di dalam tanah berlapis batu. Barang yang begitu berharga, yang sayangnya
jarang ada orang yang sadar bahwa ada barang yang sangat berharga berada di
balik lapisan tanah bebatuan. Kalaupun ada, ia akan berhenti menggali ketika
berhadapan dengan batu. Beginilah potret
bangsa kita, bangsa yang besar namun pelaku yang berada di dalamnya seakan
tidak sadar bahwa bangsa ini adalah bangsa besar yang butuh sentuhan para
penggali bermental baja. Indonesia adalah "benua yang hilang" yang
sebenarnya menjadi pusat peradaban dunia
(Arysio Santos,
2010) ATLANTIS :
The Lost Continent Finally Found.
Terdapat tiga tahap perkembangan mental manusia, yaitu
tahap teologis, metafisis dan tahap positif. Tahapan ini bersesuaian dengan tahap-tahap
perkembangan individu dari masa kanak-kanak, melalui masa remaja, dan berakhir
di masa dewasa (August Comte, 1842) Cours
de philosophie Positive. Dalam setiap tahapan perkembangan tersebut, akan
banyak faktor yang nanti akan mempengaruhi pola pikir setiap individu. Sehingga
manusia pada tahap dewasa akan memiliki prinsip dalam hidup. Dominasi pengaruh
faktor positif tentunya akan menciptakan manusia yang berbudi pekerti luhur.
Gentarnya Prinsip
Budaya Lokal
Budaya saat ini berperan
penting dalam mengelola pola pikir masyarakat indonesia dalam membentuk
kepribadian. Budaya tidak tercipta dengan sekejap mata, tentu melalui proses yang panjang. Kebiasaan
yang di benarkan terus menerus oleh masyarakat maka dengan sendirinya akan
menjadi sebuah budaya. Seorang siswa yang melihat semua rekannya mengerjakan
soal ujian dengan jujur secara terus menerus, tentu ia akan menirunya. Seorang
anak yang melihat ayahnya setiap hari rajin beribadah, kelak hampir tidak
mungkin anaknya menjadi seorang yang murtad.
Perkembangan
global menuntut negara untuk tidak absen dalam berbagai keadaan yang ada di
dunia, tidak dapat di pungkiri untuk membangun bangsa di butuhkan peran bangsa
lain, kerjasama antar bangsa secara eksplisit berdampak pada terasimilasinya
budaya. Angin segar kehadiran Nawacita
presiden jokowi merupakan landasan awal dalam mempertahankanprinsip
berkepribadian dalam berbudaya bangsa kita. “Reformasi
birokrasi, kemandirian ekonomi, negara bekerja, revolusi mental” merupakan
beberapa wujud kepekaan pemimpin bangsa ini dalam melihat peluang dan kondisi
bangsa, kini dan masa yang akan datang. Maka inilah wujud dari visi yang tengah
di ihtiarkan oleh bapak Jokowi-Jk, yakni “Terwujudnya
Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”.
Reformasi birokrasi
Sorotan
utama selalu datang dan menghampiri para birokrat bangsa. ketika kinerja tidak
lagi sesuai dengan harapan, maka sistem dan dalang yang ada dalamnya menjadi
pokok utama pengamatan setiap elemen masyarakat. Reformasi sistem selalu di
perbaharui, melalui NPM (New Public
Manajemen) sebagai upaya mencari pola terbaik yang selayaknya di terapkan
pada negara kita, sehingga terciptanya good
governance. Pada dasarnya terdapat empat fungsi Pemerintahan secara umum,
yaitu fungsi regulasi, pelayanan, pembangunan, serta pemberdayaan. Fungsi
pelayanan mutlak merupakan tanggungjawab eksekutif yang salah satu didalamnya
terdapat para birokrat bangsa. Prinsip yang harus menjadi dasar para birokrat
adalah mereka bukanlah objek pelayanan, melainkan subyek dari pelayanan. Maka
sangat jelas, produk unggulan yang seharusnya di berikan oleh para birokrat
adalah bagaimana mereka memberikan pelayanan secara prima. Sehingga stigma
masyarakat terhadap birokrasi dapat dihilangkan. Jika demikian, maka sistem
yang baik tanpa di iringi dengan revolusi kepribadian
para dalang yang terlibat, keberhasilan merupakan keniscayaan yang dapat di
capai.
Generasi
Emas Indonesia
Tahun 2045 merupakan rencana jangka panjang bangsa Indonesia dalam
mencetak para generasi emas bangsa, yang
nantinya diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia menjadi negara adidaya.
Dalam pasal 31 ayat 4 UUD NRI 1945 menjelaskan bahwa negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN serta APBD. Dari
serpihan landasan konstitusional tersebut, maka sangat jelaslah begitu besar
komitmen para pemimpin bangsa dalam mempersiapkan generasi penerusnya. Karena
pemimpin yang berhasil merupakan mereka yang mampu menciptakan orang-orang yang
lebih baik dari dirinya.
Para
pemimpin bangsa dan presiden Indonesia akan berasal dari kita yang sedang
berstatus sebagai mahasiswa sekarang. Oleh karena itu marilah kita membangun prinsip, mempersiapkan
diri dan mental untuk
mencapai Indonesia Emas 2045. Dengan konsep inilah pemuda semestinya bergerak
dan menyadari dirinya, lebih dari itu pemuda harus bergerak bersama rakyat dan
pemerintah untuk membangun bangsa.
Bukanlah
pemuda yang mengatakan bahwa “inilah ayahku”, Sesungguhnya pemuda adalah mereka
yang berkata “inilah aku” (Ali bin Abi Thalib).
Dengan
demikian, revolusi mental selayaknya menjadi pelopor dalam membangkitkan
keterpurukan moral bangsa saat ini. Setiap elemen masyarakat diharapkan
menyadari akan pentingnya memperbaiki moral dan memacu untuk berlomba menjadi
seorang pelopor revolusi mental demi mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar